Ahmad Tohari, Sastrawan dan Budayawan
Alduin Biography - Ahmad Tohari, Cerita sang pengarang novel fantastis ‘Ronggeng Dukuh Paruk’. Dia diketahui jadi satu diantara sastrawan Indonesia yang mempunyai karya yang telah terkenal sampai luar negeri. Bahkan juga satu diantara karyanya yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk banyak diedarkan memakai bahasa asing. Tulisan karangan dari Ahmad Tohari umumnya seringkali menyentuh mengenai kebudayaan warga. Itu kenapa dia bukan sekedar diketahui jadi sastrawan saja, tetapi ada yang menyebutnya jadi budayawan.Biografi Ahmad Tohari
Ahmad Tohari datang dari Jawa Tengah. Beliau didapati lahir di wilayah banyumas pada tanggal 13 Juni 1948. Ayahnya didapati seseorang kiai serta kerja jadi pegawai KUA di kantor agama. Sesaat ibunya kerja jadi seseorang pedagang kain. Ahmad Tohari mempunyai seseorang istri bernama Syamsiah. Seniman yang populer dengan novel Ronggeng Dukuh Paruk ini didapati tinggal di desa kecil di kecamatan Jatilarang, Banyumas, Jawa Tengah.Kisah Pendidikan Ahmad Tohari
Ahmad Tohari yang diketahui jadi sastrawan sekaligus juga budayawan ini nyatanya tidak tempuh pendidikan yang linier dengan kerjaannya. Bahkan juga, pendidikan yang ditempuhnya cukup membuat orang takjub. Sebab dia sudah pernah kuliah ambil jurusan Kedokteran pada tahun 1967. Awalnya dia bersekolah di satu diantara SMA di wilayah Purwokerto Jawa Tengah.Dalam biografi Ahmad Tohari didapati jika sesudah merantau ke Jakarta serta kuliah ambil jurusan kedokteran di Ibnu Khaldun. Tidak cukup sekali dia tempuh pendidikan sarjana. Selanjutnya, Ahmad Tohari meneruskan kuliah di Fakultas Ekonomi sekaligus juga Fakultas Pengetahuan Sosial. Serta Politik di Kampus Jenderal Soedirman.
Kisah Pekerjaan Ahmad Tohari
Telah dari sejak jaman kuliah tohari mempunyai hobi menulis. Tulisan yang dikarangnya bukan berbentuk cerpen tetapi tulisan-tulisan yang ada hubungan dengan kebudayaan. Umumnya, tulisan yang berisi mengenai topik kebudayaaan itu dikirimnya ke media bikin. Serta pada akhirnya dia juga diketahui oleh warga jadi budayawan.Hal tersebut pulalah yang jadikan Ahmad Tohari masuk jadi staf di harian Merdeka. Mulai sejak itu, karier Ahmad Tohari di dunia jurnalistik makin bertambah tajam. Tidak senang cuma bergelut di dunia jurnalistik, Ahmad Tohari selanjutnya memperlebar sayapnya jadi seseorang penulis. Tentunya tulisannya masih bertopik dengan kebudayaan.
Memang memiliki bentuk novel, tapi novel yang ditulisnya berisi mengenai sindiran pada pemerintah yang berkuasa saat itu. Bahkan juga dikarenakan satu diantara novelnya yang melegenda yakni Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari nyaris masuk penjara. Sebab dalam novel itu Tohari mengkritik mengenai pemerintahan komunis. Tapi, dengan pro-kontra itu ada satu hikmah sebab novel yang dibuatnya justru diubah bahasakan di sejumlah negara. Serta masih populer sampai saat ini.
Karya Ahmad Tohari
Walau ada segelintir orang yang berupaya menjatuhkannya, Ahmad Tohari dapat menunjukkan pada warga. Jika apa yang disebutkannya melalui novelnya itu ada benarnya. Melalui beberapa tulisan yang telah sukses diterbitkannya, ada banyak penghargaan yang sudah pernah didapat oleh Ahmad Tohari. Dari mulai penghargaan yang sifatnya ialah hadiah hiburan sampai dengan hadiah kemenangan. Beberapa karyanya yang sukses menyapu hadiah ialah Jasa-Jasa Buat Sanwirya, Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Awal Hari. Kemudian Jentera Biang Lala, serta Di Kaki Bukit Cibalalak serta Kubah.Dari beberapa karya yang disebut, ada satu karya Tohari yang diubah bahasakan jadi beberapa bahasa. Seperti bahasa Jepang, Jerman, serta Belanda. Bila memang tulisan yang dikarangnya tidak bagus, tidak mungkin negara lain mempunyai kemauan untuk menerbitkan novel punya Ahmad Thohari. Bahkan juga, ada satu karya novelnya yang diangkat jadi satu diantara film yang laku di Indonesia. Novel Ronggeng Dukuh Paruk sukses dilukiskan dalam satu film Indonesia yang berjudul Sang Penari.
Jadi seseorang novelis, disaksikan dari karya-karyanya, Ahmad Tohari dapat dijajarkan dengan beberapa novelis lain yang telah populer. Seperti Andrea Hirata, Tere Liye, serta Habiburrahman El Shirazy. Walau sekarang umur Ahmad Tohari telah mencapai 80 tahun, tapi karyanya tidak sirna oleh perubahan jaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar